Adolf Hitler: Sang Penjahat yang Pernah Diperlakukan Jahat
- Giovani Malinda
- Dec 27, 2017
- 3 min read
Updated: Apr 21, 2018

Pada usia 8 tahun, Hitler seringkali pergi ke gereja Katolik bersama keluarganya dan mengikuti kelas paduan suara. Sebelum kehilangan ayahnya di usia 14 tahun, Adolf Hitler merupakan sosok bocah polos yang taat agama, bahkan pernah bercita-cita untuk menjadi seorang pendeta dan mengagumi tokoh Reformasi Kristen, Martin Luther. Tak lama setelah kematian ayahnya, Hitler harus kehilangan ibunya juga karena penyakit kanker payudara yang dideritanya. Bahkan, dia juga harus kehilangan 3 saudaranya sejak kecil. Dalam waktu singkat, Hitler kehilangan figur keluarga dan harus memperjuangkan hidupnya sendiri. Namun hidupnya juga tidak kunjung membaik; saat usianya beranjak 18 tahun, Adolf Hitler ditolak 2 kali untuk masuk ke fakultas Fine Arts Academy.
Selama masa kesulitan itu, dia hanya melukis dan berusaha menjual lukisannya untuk bertahan hidup. Tetapi sangatlah sulit mencari pembeli, dan di saat yang sama, Hitler tidak dapat memperoleh biaya yang cukup untuk membeli peralatan lukisnya yang sudah habis. Pemuda malang itu berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mencari tempat berteduh dan makanan yang cukup. Banyak malam yang dihabiskannya di rumah gelandangan Wina, hingga satu waktu, dia pernah kelaparan dan hampir mati kedinginan di bulan Desember 1909.
Hitler pun berhasil tinggal di asrama laki-laki selama 3 tahun. Dalam waktu yang cukup panjang itu, dia pun mengurus warisan ayahnya yang akhirnya digunakan untuk melanjutkan hidup di Munich.

Selama 7 tahun, Hitler tidak memiliki kewarganegaraan. Dia lahir di Austria, tetapi meninggalkan identitasnya sebagai warga Austria pada bulan April 1925. Namun hal ini berakibat buruk ketika dirinya dideportasi dan tidak bisa membela diri. Sekuat tenaga Hitler mengusahakan dirinya agar bisa menjadi warga negara Jerman.
Selama Perang Dunia I, Hitler bergabung dalam militer dan dikirim ke Resimen Infanteri Cadangan Bavaria 16 untuk mengirimkan pesan kepada utusan di Barisan Barat di Belgia dan Perancis. Sementara mengenai keselamatannya sendiri? Tidak ada yang mempedulikannya. Hitler mengusahakan dirinya tetap sehat, kuat, dan tidak tertembak. Tetapi pada saat-saat perang itulah Hitler mulai jatuh cinta pada Jerman. Meskipun pada tahun 1918, dia sempat buta karena serangan bom beracun dari Inggris.

Tetapi perjuangannya berbuah pengkhianatan yang dilakukan oleh Komandan Tertinggi Jerman saat itu. Kaiser Wilhelm II hendak melarikan diri dari kesalahan yang dibuatnya, dan memberikan piala yang berisi minuman beracun kepada anak buahnya, termasuk Adolf Hitler. Hitler merasa marah seperti yang lainnya, dan saat itu juga dia memutuskan untuk masuk ke dunia politik.
Hitler mengalami penyakit Parkinson selama 11 tahun dalam hidupnya. Selagi berusaha keluar dari kemiskinan dan berbagai masalah depresi mengenai hidupnya, Hitler harus bertahan dalam penyakit mental dan fisiknya dari tahun 1933-1945. Parkinson adalah penyakit yang biasa menyerang pria berusia 40 sampai 50 tahun. Penyebabnya memang belum dipastikan, tetapi kemungkinan didapatkan dari faktor keturunan dan lingkungan.
Kemudian, datang berita dari para ahli sejarah tentang dokter pribadi Hitler, Dr. Theodore Morell yang memberikannya obat-obatan baginya yang ternyata adalah kokain. Bahkan resep yang dibuat Morell adalah dua kali sehari mengonsumsi kokain. Tidak hanya itu, sang dokter memberikan obat libido yang diselidiki sebagai peningkat gairah saat hendak menghabiskan waktu dengan kekasihnya, Eva Braun.
Saat Morell ditangkap karena berbagai spekulasi yang muncul, dokter itu mengakui telah memberikan opiat, barbiturat (obat tidur yang berasal dari asam barbiturat), morfin dan amfetamin (obat perangsang mengubah mood) kepada Hitler.

Obat-obatan ini mempengaruhi saraf manusia. Adolf Hitler mengonsumsi kokain setidaknya 2 kali sehari. Tidak heran mengapa dia sering mengalami depresi dan pada akhirnya terserang Parkinson pada usia 40-an. Selain obat-obatan juga, Hitler mengalami banyak efek samping racun dan senjata saat membantu Jerman perang di masa mudanya.
Banyak ahli menganggap penyakit ini yang membuatnya sering mengambil keputusan yang terbilang prematur, misalnya yaitu ketika Hitler memerintahkan untuk menyerang Russia tahun 1941 sebelum mengalahkan Inggris yang berada di barisan depan, dan tanpa menunggu datangnya bantuan dari Jepang. Hal itu dianggap sebagai keputusan paling ceroboh yang dilakukan seorang pemimpin negara dalam strategi perang. Bagaimana dengan holocaust yang membinasakan berjuta-juta orang Yahudi pada masa kejayaannya? Tentu saja tidak mungkin tidak ada hubungannya dengan apa yang sudah dialaminya, terlebih karena kecintaannya terhadap Jerman.
Publik, terutama warga Jerman hingga saat ini tidak pernah melupakan sosok monster yang ada pada diri Adolf Hitler. Tetapi mereka tidak pernah menyadari apa yang sesungguhnya membebani dan menyiksa führer itu semasa hidupnya. Bahkan pada akhir hidupnya, Hitler tidak pernah benar-benar menikah dengan satu-satunya wanita yang dicintainya, yang sesungguhnya dapat mempersatukan kepingan-kepingan hidupnya yang hancur.
It is not truth that matters, but victory.
Saat Jerman mundur dari Russia, Hitler menjadi suka melamun saat makan dan bersiul tanpa sadar. Hitler, dalam waktu tenangnya, sering menyenandungkan lagu “When You Wish Upon A Star”. Dalam lagu tersebut, terdapat lirik “If your heart is in your dream, no request is too extreme.”
Comments