Awal Mula "Hoax" Jurnalisme Amerika Serikat
- Giovani Malinda
- Dec 27, 2017
- 3 min read

Media atau pers merupakan pilar demokrasi yang sangat penting untuk menjaga kepercayaan antara pemerintah dan rakyat. Pada tahun 1702, Amerika Serikat menerbitkan Boston Newsletter yang menjadi titik awal publikasi media massa. Kemudian berita berkembang hingga mencapai 3 juta pembaca di Amerika Serikat. Setelah newsletter, kemudian berita-berita mulai dipadatkan dalam koran pertama yang dicetak oleh New York Ledger berisi iklan-iklan. Masyarakat Amerika mulai beralih untuk menonton berita di televisi pada tahun 1955. Hingga akhirnya internet diluncurkan pada tahun 1993 dan menjadi sumber berita terbesar yang dapat diakses di seluruh dunia.[1]
Media telah menjadi sumber informasi tetapi sekaligus menjadi watching dog bagi para aktor politik. Pengambilan keputusan untuk berbagai kebijakan politik membutuhkan media massa sebagai instrumen untuk agenda setting, formulasi kebijakan, implementasi, sampai terminasi kebijakan. Media menampung berbagai masalah politik menjadi wacana dalam membuat opini publik dan menegakkan demokrasi.
But this should not obscure the central credo of the liberal tradition: its belief that the media in free societies serve the public as a consequence of being independent from government, accountable to the public through the market and influenced by the professional concerns of media staff.
(Media and Power, 1993:132)
Media sangatlah memengaruhi politik Amerika Serikat sejak awal pemerintahan. Para kandidat Presiden merawat figur baiknya melalui media, sehingga opini masyarakat positif terhadap mereka. Baik melalui koran atau televisi, media sangat membantu berlangsungnya kampanye dari dua partai politik besar ini, Republikan dan Demokrat. Media seolah-olah menjadi jantung politik yang saling berikatan dengan masyarakat. Terkadang informasi yang disampaikan di dalam media mendapatkan label “terpercaya” meskipun tanpa penelitian yang terpercaya. Para politisi sangat memegang kendali terhadap arah jalannya berita yang menjauhi objektivitas sesungguhnya.
News coverage by the national media is heavily affected by the political environment in two fundamental ways. First, journalistic perceptions of the world are shaped by the dominant political ideology and culture of American society. Second, the media are perceived as so important in affecting American politics that individuals and groups in and out of government actively attempt to influence and manipulate news media coverage.
(The Politics of United States Foreign Policy, 1993:436)
Jurnalisme Kuning di Amerika Serikat
Banyak jurnalis yang menyisipkan sedikit pandangan dari sisi berbeda, sehingga berita tidak netral lagi. Bahkan tidak jarang jurnalis telah dijadikan boneka oleh aktor-aktor politik sehingga melakukan Jurnalisme Kuning. Yellow journalism atau dikenal sebagai Jurnalisme Kuning merupakan bentuk kamuflase dari fakta objektif yang seharusnya kita dapatkan dari para jurnalis. Berbagai judul yang dianggap boombastis digunakan oleh para penulis berita untuk menarik perhatian para pembaca yang ternyata isinya sama sekali tidak mendeskripsikan apa yang menjadi judulnya. Jurnalisme kuning ini pertama kali terjadi dalam gejolak hubungan antara kaum imperialis Spanyol dan kaum revolusioner dari Kuba. Disebutkan bahwa William R. Hearst, seorang penerbit koran New York Morning Journal, mengaku bahwa dia menggunakan taktik ini untuk menghibur dan menarik perhatian para warga Amerika agar tetap mengikuti berita ini. Meskipun perlu meliput beberapa berita yang tidak benar.
Pada tahun 1883, Joseph Pulitzer menghasilkan pendapatan $ 346,000 dari koran yang fokus terhadap berita-berita skandal dan sensasional untuk menarik perhatian orang-orang. Koran The New York World sangatlah popular pada masa itu. Hal yang lebih menyedihkan adalah bahwa berita-berita sensasional sangat disegani masyarakat, dan penjualannya jauh melebihi koran-koran dengan berita yang akurat dan apa adanya. Permintaan yang meningkat drastis dari masyarakat Amerika untuk menikmati kebebasan pers, membuat para jurnalis “kuning” ini mencari headline asal dari berita lain atau cerita sembarang untuk dimasukkan dalam judul berita koran mereka. Bahkan terdapat satu ciri yang paling merusak etis jurnalistik adalah tidak terteranya tanggal dan sumber penulisan terpercaya.
Beberapa ahli berpendapat bahwa taktik yang digunakan koran The New York World dan New York Journal mempengaruhi gaya penulisan sebagian penerbitan koran di kota-kota besar Amerika Serikat. Bahkan seiring berjalannya waktu, jurnalisme kuning ini sudah menjadi fitur permanen dari majalah-majalah populer terlebih untuk tabloid.
Implementasi Media dalam Kebijakan Politik Amerika Serikat
Salah satu bentuk implementasi terbesar media dalam kebijakan politik Amerika Serikat terlihat dari peristiwa terorisme 11 September dalam masa kepemimpinan George Bush. Presiden Amerika saat itu benar-benar menggunakan media untuk mendapat dukungan dan simpatik masyarakat, tidak hanya di Amerika Serikat tetapi juga ke seluruh dunia. Dalam memerangi terorisme, Bush menggunakan kekuatan publik dengan cara mempengaruhi opini mereka. Dalam hal ini, Irak dibuat sedemikian rupa supaya terlihat buruk oleh kacamata dunia.
Selain masalah terorisme, banyak lagi peristiwa yang dimanfaatkan politisi Amerika untuk mendapatkan jalan harmonis dari opini publik melalui media. Bahkan hingga detik ini, kebijakan politik Amerika Serikat sangat bergantung dengan informasi yang dikumpulkan media; mengenai masalah-masalah yang terjadi di negara lain. Para politisi Amerika Serikat akan segera mengadakan rapat untuk mengambil keputusan terbaik dengan cara membantu negara yang sedang bermasalah agar Negara Adikuasa ini mendapatkan lebih banyak dukungan global dalam hal sosial dan politik.
Bibliografi
Rosati, J. A., & Scott, J. M. (2014). The politics of United States foreign policy. Boston, MA: Wadsworth/Cengage Learning.
Winters, G. (2015). An American Media Timeline 1700 to 2013.
Curran, J. (1993). Media and Power.
Comments