Kekuatan Politik Singapura, Pengaruh Bagi Asia dan Dunia
- Giovani Malinda
- Dec 27, 2017
- 6 min read

Singapura adalah sebuah negara kecil yang merupakan hasil jajahan Inggris. Pada tahun 1965, Singapura baru merdeka dari penjajahan. Para pembesar dunia tidak pernah berpikir Singapura akan menjadi negara besar, dengan hanya bermodal sebuah pulau kecil, populasi yang sedikit, serta sumber daya alam yang sangat miskin. Bahkan dalam awal mula pemerintahan Singapura, terdapat kehadiran komunis yang menyebabkan banyaknya polemik di antara masyarakat. Setelah itu, Singapura hendak diserahkan oleh Inggris (penjajah sebelumnya) untuk bersatu dalam Persekutuan Tanah Melayu. Hal ini menunjukkan bagaimana dunia memandang rendah keberadaan Singapura. Ketegasan dari Lee Kuan Yew-lah yang berhasil memimpin Singapura keluar dari Malaysia, menjadi negara Republik yang berdaulat.
Dari sejarah latar belakang pembentukan negara, Indonesia memiliki kronologi yang lebih panjang dan kompleks. Di samping itu, Indonesia memiliki kekayaan negara yang jauh lebih besar daripada Singapura. Teritori Singapura yang luasnya 7.697 km2 sangat dikhawatirkan tidak dapat bersanding dengan Indonesia yang mencapai 1.904.569 km2 dan sumber daya alam yang besar (tambang, perhutanan, perkebunan); sejauh yang kita ketahui bahwa jumlah populasi dan wilayah merupakan kekuatan nasional fundamental. Namun kenyataan itu tidak membuktikan kekayaan tangible merupakan kunci utama kekuatan suatu negara dalam posisi global.
Menurut Edwin M.B. Tambunan, terdapat empat dasar kekuatan nasional, yaitu 1) kekuatan geografis, 2) kekuatan penduduk, 3) kekuatan pemerintahan, dan 4) infrastruktur nasional. Luas geografis Indonesia mencapai 1,905 km2 dengan jumlah pulau sebanyak 17.508.[1] Secara geopolitik, terletak di sepanjang jalur khatulistiwa sehingga memiliki iklim tropis. Iklim sangat menentukan ketahanan makhluk hidup di sana, termasuk tumbuhan dan hewan. Ketahanan makhluk hidup juga tentu berhubungan dengan kekayaan SDA negara tersebut. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam kekuatan geografis, Indonesia jauh bersaing dalam hal SDA, topografi, teritori, dan iklim terhadap Singapura.
Dalam poin kependudukan, Indonesia hanya menang jumlah (260.581.100)[2]. Persebaran usia, pendidikan, kesehatan, dan sikap dari masyarakat Indonesia bukanlah tandingan bagi Singapura. Beberapa fakta menunjukkan bahwa indeks Angka Kematian Singapura lebih kecil daripada Indonesia, yaitu berturut-turut 3,5/1.000 dan 6,4/ 1.000 populasi (per Juli 2016).[3] Jumlah mortalitas yang lebih rendah menunjukkan kecenderungan negara tersebut memiliki manajemen kesehatan dan teknologi kedokteran yang lebih baik. Pendidikan merupakan komoditi utama yang ditawarkan Singapura terhadap negara-negara Asia Tenggara. Kebijakan pendidikan Singapura dibuat agar semua anak disekolahkan dengan subsidi pendidikan.[4] Kesejahteraan guru sangat diperhatikan oleh pemerintah Singapura agar pendidikan masyarakat terjamin. Sehingga tak dapat dipungkiri, sikap kerja masyarakatnya sangat maju dan menghasilkan tenaga kerja bermutu.
Keadaan kota yang bersih, fasilitas kota terawat, dan tempat wisata menarik di Singapura menjadi salah satu bentuk kemajuan infrastruktur nasional. Meskipun wilayahnya kecil, namun pemerintah Singapura dapat mengatur kepadatan bangunan tanpa melupakan wilayah hijau sebagai penyejuk negara. Banyak turis asing yang menyukai keadaan lingkungan Singapura yang menggambarkan kota modern.
Negara akan mewujudkan visinya apabila pemerintahan memiliki ruang gerak yang bebas dalam melakukan implementasi terhadap kebijakan-kebijakannya.[5] Sosok Perdana Menteri Lee Kuan Yew memiliki peranan paling besar terhadap kemajuan Singapura saat ini. Beliau memimpin negaranya menjadi gerbang utama perdagangan internasional di Asia Tenggara. Mengapa demikian? Kesuksesan ini ada hubungannya dengan gaya pemerintahan Singapura yang autoritarian. Salah satu penghambat kemajuan Indonesia adalah bentuk multi-etnis yang dipersulit dengan banyaknya tuntutan rakyat tanpa memberi ruang gerak bagi pemerintahnya sendiri. Lee Kuan Yew memiliki sifat tegas, berani, dan percaya diri terhadap keputusannya.[6] Meskipun banyak mendapat kritik dari negara Barat mengenai demokrasi yang terjadi di Singapura, namun Lee Kuan Yew tetap mempertahankan pendapat dan pandangannya yang unik mengenai demokrasi itu sendiri. Beliau juga menerapkan beberapa sistem yang secara doktrin mempengaruhi sikap masyarakatnya. Central Provident Fund misalnya, sebuah sistem yang mewajibkan warga Singapura untuk menabung dana kebutuhan rumah tangga, pensiun, dan kesehatan. Dengan keselarasan terhadap rakyatnya, pemerintah Singapura berhasil meningkatkan posisi negaranya dalam 30 tahun.
Setiap pemerintahan memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda-beda. Meskipun Singapura mencapai keberhasilan melalui gaya semi-autoritorian, bukan berarti gaya demokrasi tidak bisa menggiring suatu negara menuju keberhasilan. Ternyata penentu keberhasilan pemimpin negara juga terletak dari kemampuan dan kecekatannya. Pada era pemerintahan Soeharto, Indonesia pernah mencapai masa kejayaan di mana pertumbuhan ekonomi mencapai 7 persen. Hingga akhirnya, tindak korupsi dan kolusi menghancurkan perekonomian Indonesia itu sendiri. Kerusuhan pada tahun 1997 menjadi momentum keguncangan sendi-sendi pemerintahan Indonesia.
Hasil dari kepemimpinan pemerintah Indonesia dan Singapura dapat dilihat salah satunya dari Pendapatan Domestik Bruto per kapita berturut-turut, yakni USD 52,464 dan USD 3,834 (per Juli 2016).[7] Apabila diulas balik, angka yang tertera sangat menyedihkan bagi Indonesia. Meski telah mencapai kemerdekaan 20 tahun lebih dulu daripada Singapura dan dengan keunggulan menjadi negara pemilik sumber daya alam paling melimpah, tidak menjamin keberhasilan negara tersebut dalam periode selanjutnya. Bimbingan pemerintah secara aktif dalam pembangunan ekonomi Singapura memegang peranan penting terhadap kemajuan negara tersebut.
Salah satu instrumen yang bisa dan telah dimainkan pemerintah untuk mempengaruhi perdagangan internasional adalah kebijakan industri (industrial policy). Dengan kebijakan ini, pemerintah membimbing pasar melalui koordinasi strategis untuk mendorong investasi bisnis guna meningkatkan pangsa pasar ekspor.[8]
Sejak awal tahun 1970-an, Singapura membangun sebuah Dewan Pembangunan Ekonomi yang bertugas untuk mempersiapkan tenaga kerja dan perusahaan-perusahaan manufaktur yang menarik banyak investor asing menanamkan modalnya di negara mereka. Terbukti pada pertengahan tahun 1987, sektor-sektor yang bergerak di bidang teknologi dan mesin berkembang hingga 20 persen dan mengalami peningkatan investasi tertinggi di level dunia. Kemudian banyak masyarakat yang juga mengalami kenaikan status dari yang berpenghasilan rendah menjadi menengah, dan seterusnya.[9]
Sejak tahun 2000-an, negara-negara besar mulai menaruh perhatian terhadap negara berwilayah kecil ini. Investasi di bidang manufaktur dan jasa sangat menggiurkan bagi negara seperti Jepang dan Amerika Serikat. Sekitar 1.500 perusahaan Amerika Serikat yang bergerak di bidang manufaktur elektronik dan industri kimia, ditanamkan di Singapura karena mereka melihat prospek yang luar biasa di masa mendatang.
Kebijakan industri yang digunakan oleh pemerintah Singapura adalah proses panjang dalam perakitan sehingga membuka banyak lapangan kerja bagi masyarakat di Singapura. Sebelumnya, pemerintah Singapura telah mempersiapkan kemampuan kerja melalui pelatihan-pelatihan khusus. Kemudian, pemerintah menentukan standar gaji yang tinggi bagi para pekerja; terlepas untuk meningkatkan status sosial dan ekonomi, pemerintah Singapura juga ingin menggeser minat masyarakat agar lebih tertarik menggeluti bidang teknologi dan industri.
Peranan Singapura dalam ASEAN antara lain sebagai gerbang utama perdagangan Asia Tenggara dengan negara-negara global lainnya. Dalam salah satu arus perdagangan, dikatakan bahwa Singapura adalah jembatan bagi para investor-investor regional di Asia Tenggara kepada pasar Cina.[10] Melalui Singapura, ASEAN dapat membangun diplomasi terhadap negara motorik Asia Pasifik yang menghasilkan manfaat bagi wilayah regionalnya. Singapura dapat menggunakan kekuatannya untuk membantu pembangunan ekonomi nasional dan negara-negara tetangganya.
Kini negara-negara di dunia mulai takjub dengan perkembangan dari Republik Singapura. Negara Indonesia sendiri banyak menanamkan investasi di Singapura dalam sektor industri maupun pendidikan. Seraya mengikuti perkembangan Masyarakat Eknomi ASEAN, tenaga kerja dari Singapura memiliki kemampuan yang lebih kompetitif dibandingkan tenaga kerja dari Indonesia. Banyak warga negara regional yang mempercayakan masalah pendidikan dan kesehatan di institut-institut milik Singapura.
Di luar kemajuan ekonomi, Singapura juga telah menunjukkan kesiapan untuk melakukan integrasi dengan negara-negara besar. Dalam beberapa forum regional dan jalur lintas perdagangan internasional, Singapura mampu menjalin kerjasama yang baik dengan negara-negara besar seperti Cina, Jepang, dan Hong Kong. Tidak hanya memiliki pengaruh lebih besar daripada Indonesia, tetapi Singapura diakui sebagai negara paling berpengaruh dalam hal ekonomi se-Asia Tenggara[11] dan negara ke-4 dengan kekuatan militer terhebat se-Asia[12]. Meskipun populasi Singapura tidak dapat mengalahkan Indonesia, namun keberadaan orang-orang Singapura di mata dunia lebih diakui dibandingkan masyarakat dari Indonesia yang belum kompetitif.
Dengan demikian, perlu disadari bahwa ada beberapa hal yang perlu disadari oleh pemerintah Indonesia agar pembangunan ekonomi dapat terwujud lebih cepat. Adanya bentuk multi-kultural bangsa perlu diantisipasi lebih professional oleh pemerintah. Sikap nasionalisme seharusnya lebih diprioritaskan di atas etnosentrisme.[13] Ketika masyarakat mencintai negaranya sendiri, terlepas dari perbedaan antar suku, agama, dan ras, maka integrasi internal akan terwujud; integrasi inilah yang mendukung kemajuan bangsa itu sendiri.
Kemudian, sistem demokrasi yang dianut seharusnya juga lebih diadaptasi dengan keadaan masyarakatnya sendiri. Demokrasi negara-negara Barat tentu akan sulit diimplementasikan dengan masyarakat yang masih terikat dengan budaya Timur-nya. Gaya kepemimpinan Lee Kuan Yew yang tetap pada pendiriannya barangkali dapat menjadi inspirasi bagi pemerintahan Indonesia yang masih dikuasai kaum kapitalis.
Lalu saran yang terakhir, yaitu yang terpenting, agar pendidikan dan kesehatan masyarakat menjadi prioritas utama bagi pemerintah Indonesia. Sistem pendidikan yang proaktif dan bukan sekedar imitasi dari negara-negara Barat harus terus dikembangkan sesuai dengan realitas dan kondisi pengetahuan lokal.[14] Perkembangan pendidikan yang berbasis riset harus terus dilakukan secara teratur. Perkembangan pendidikan inilah yang akan menjadi ujung tombak kemajuan tata berpikir masyarakat dan akan mempengaruhi sikap kerjanya. Dengan meningkatnya jumlah skilled-labour di Indonesia, diharapkan perusahaan-perusahaan asing juga tertarik untuk menanamkan investasinya di Indonesia. Apabila Indonesia dapat dengan cerdik menggiring kemajuan ekonomi dan kekuatan pengaruhnya secara regional, menggunakan kelimpahan sumber daya alam dan kepadatan populasi penduduknya, maka Indonesia akan menjadi negara yang lebih kuat dari Singapura, baik secara regional maupun global.
Bibliografi
[1] “Luas Wilayah Negara Indonesia.” Diakses pada 2 Desember 2016. http://www.invonesia.com/luas-wilayah-negara-indonesia.html
[2] “Indonesia Population (Live).” Diakses pada 2 Desember 2016. http://www.worldometers.info/world-population/indonesia-population/
[3] “Country Profile.” Diakses pada 2 Desember 2016. http://www.indexmundi.com/
[4] SASRAWAN, HEDI. “Pendidikan di Singapura.” Diakses pada 2 Desember 2016. http://hedisasrawan.blogspot.sg/2015/03/pendidikan-di-singapura-artikel-lengkap.html
[5] WILLIAMS, MICHAEL C. “Realist and Government.” The Realist Tradition and the Limits of International Relations (2005): 72-73.
[6] “Lee Kuan Yew Leadership Profile.” Diakses pada 2 Desember 2016. http://www.leadershipgeeks.com/lee-kuan-yew-leadership/
[7] “Singapore GDP Forecast.” Diakses pada 2 Desember 2016. http://www.tradingeconomics.com/singapore/gdp/forecast
[8] TODARO, MICHAEL P.. “Teori Perdagangan dan Pengalaman Pembangunan.” Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga, Edisi Keenam (1998): 36.
[9] “Singapore Industrialization Policy.” Diakses pada 3 Desember 2016. http://www.photius.com/countries/singapore/economy/singapore_economy_industrialization_po~1556.html
[10] RAU, ROBERT L. "The Role of Singapore in ASEAN." Contemporary Southeast Asia 3, no. 2 (1981): 99-112.
[11] “Singapore and Malaysia: Jewels of South East Asia.” Diakses pada 3 Desember 2016. http://www.ibtimes.com/singapore-malaysia-jewels-south-east-asia-286131
[12] “The 5 Most Deadly Navies in Asia. ”Diakses pada 3 Desember 2016. http://nationalinterest.org/feature/the-5-most-deadly-navies-asia-12001
[13] VAN PEURSEN, C.A. “Kebudayaan sebagai Rencana.” Strategi Kebudayaan (1988): 144-145.
[14] PILIANG, YASRAF A. “Politik dan Pengetahuan.” Transpolitika: Dinamika Politik di dalam Era Virtualitas (2005): 280-282.
Comentarios